PoliTeknik Harber Dalam Renungan AIDS Nasional 2013

HIV/AIDS Adalah penyakit yang menakutkan. Begitulah anggapan masyarakat pada umumnya, penyakit yang menjadi kutukan bahkan banyak orang yang dikucilkan karena dia. Lalu bagaimana kita menghadapinya??

Dari situ kami “Anak-anak” PoliTeknik Harber datang untuk menghadiri ‘Malam Renungan AIDS Nasional 2013,’Selasa (12/11) malam kemarin. Untuk mendengarkantestimoni dari sebut saja Mas Bro, seseorang yang anak dan istrinya terjangkit virus HIV/AIDS.

LAPORAN: ADI MULYADI (Radar Tegal)

LAMPU Ruang Adipura Balai Kota Tegal dipadamkan, ketika Mas Bro, berusia lebih dari 30 tahun, warga asli Kota Tegal, berdiri di hadapan ratusan orang yang duduk melingkar. Dia seorang penderita HIV positif, yang akan menyampaikan testimoninya, di hadapan para peserta ‘Malam Renungan AIDS Nasional 2013,’ yang dihelat Pemerintah Kota (Pemkot), dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Tegal.

Di tengah kegelapan dan keheningan, Mas Bro bercerita bagaimana menjalani hidup dengan HIV positif. Dia dan anak istrinya divonis terinveksi virus HIV, pada 2009. Sambil menangis, Mas Bro membeberkan, awal diketahuinya virus HIV bersarang di tubuhnya, ketika anaknya waktu itu berusia 4 bulan, menderita diare yang tak kunjung sembuh.
“Saya bolak-balik ke rumah sakit, baik negeri atau swasta. Namun penyakit anak saya tak kunjung sembuh. Saat itu saya hidup di ibukota,” ujarnya sambil sesenggukan menahan tangis.

Mas Bro mengaku bukan seorang pengguna narkoba, atau laki-laki hidung belang yang kerap ‘jajan.’ Namun dia pernah berpacaran dengan seorang wanita, yang pada waktu itu berkerja di salah satu Spa di Jakarta. Ternyata pacarnya orang yang sudah mengidap virus HIV positif. Tapi wanita tersebut tidak mau jujur. Entah karena akan balas dendam atau niat lain.

Kendati sudah tidak berhubungan lagi, namun komunikasi dia dan pacarnya berjalan baik. Bahkan wanita itu meminta dia memeriksakan diri ke Klinik VCT. Lantaran tahu anaknya menderita diare yang tak kunjung sembuh. “Apa itu Klinik VCT?”

Ketika pulang ke Kota Tegal, dia ke RSUD Kardinah. Dari situ awal diketahuinya bencana. Dia dan anak istrinya divonis mengidap HIV positif. Mendengar itu, hati serasa tercabik-cabik. Bahkan sempat berpikiran 3 atau beberapa hari lagi, dia dan keluarganya akan mati.
“Putus asa menghantui. Beruntung ada teman yang bekerja di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tegal memberi motivasi. Sehingga saya dan keluarga bisa hidup sampai saat ini.”

Lebih jauh Mas Bro berujar, ada kecamuk dalam hati untuk jujur dan berterus terang pada keluarga. Akhirnya dengan pendekatan, dia bercerita kepada ibunya. “Ibu teman saya satu keluarga menderita HIV, kasihan ya. Bagaimana kalau salah satu keluarga kita terserang virus itu?”

Lalu, tepat tanggal 28 September 2009, dia mengajak ibunya ke pantai, untuk membicarakan hal tersebut. Di situ dia jujur menyampaikan, yang terkena HIV sebenarnya adalah dia. Ibu pun kaget, tapi menyikapinya dengan tabah. Ibu mengatakan, “Kamu tidak perlu kuatir, Nak. Semua penyakit itu ada obatnya. Walaupun saat itu HIV belum ada obatnya. Tapi kamu sendiri harus yakin, mati, rejeki, semua Allah SWT yang ngatur. Tergantung kamu, Nak.”

Kemudian, yang dia takuti, sikap masyarakat yang akan mengucilkan keluarganya, ketika mengetahui hal tersebut. Untuk itu dia berharap, supaya keluarganya tidak dikucilkan atau didiskriminasi. “Seperti teman saya sesama ODHA, yang sampai diusir warga,” imbuhnya.

Sebagai ODHA, dia berharap ke depan pengidap HIV hidup normal, bisa kerja sama seperti orang normal lain. Termasuk anaknya, agar bisa hidup normal, tidak dikesampingkan.

HIV tidak menular hanya dengan berkomunikasi atau berdekatan dengan penderita. Virus itu menular melalui hubungan seks, jarum suntik, dan bawaan orang tuanya. “Jadi masyarakat tidak perlu mengucilkan. Mari berantas virusnya, dan rangkul ODHA-nya. Setuju?” Tanya Mas Bro, yang disambut teriakan setuju peserta ‘Malam Renungan AIDS Nasional.’

Masih di tengah gelapnya suasana Ruang Adipura, seorang wanita warga Kota Tegal, sebut saja mawar, juga mengungkapkan nasib kehidupannya sebagai ODHA. Sambil mengucurkan air mata, dia bertutur kenapa bisa menderita AIDS.

“Awalnya saya sama sekali tidak tahu. Waktu itu kondisi saya hamil dan pulang ke Tegal. Dokter menyatakan harus tranfusi. Dari situlah awal saya mengetahui menderita HIV/AIDS,” tandasnya.

Dia mengaku tidak terima dengan kenyataan itu. Wanita yang anaknya lebih dari satu tersebut bingung, mendapat virus HIV dari mana. Suaminya meninggal dunia, dia mau tanya kepada siapa. “Keluarga menerima dengan keadaan ini. Namun lingkungan menghujat, memaki, dan mengucilkan.”

Namun yang membuat dia tidak putus asa adalah anak-anak. Menurutnya, apa yang disampaikan malam ini (kemarin) apa adanya, bukan untuk mendapat belas kasihan. Karena ditutup-tutupi seperti apapun pada akhirnya semua akan tahu. “Yang ingin saya tanyakan bagaimana nasib anak-anak mereka para ODHA? Kami berharap pemerintah bisa memberi solusi, supaya ODHA tidak dikucilkan dan didiskriminasi.”

Partanyaan para ODHA ini ditanggapi langsung oleh Wali Kota Tegal, Ikmal Jaya, yang juga ketua umum KPA. Dia menyatakan, masalah HIV/AIDS merupakan tanggung jawab bersama. “Pemerintah berjanji dalam hal pelayanan umum, tidak ada perbedaan atau diskriminasi baik ODHA maupun tidak,” tegasnya.

Kaitannya dengan masyarakat, KPA akan gencarkan sosialisasi terkait kekuatiran masyarakat akan penularan HIV/AIDS. Sehingga masyarakat bisa lebih paham dalam menyikapi. Harapannya masyarakat bisa merangkul para ODHA, tidak mengucilkan ataupun mendiskriminasi.

14 November 2013 - 10:49:10 WIB   0
Politeknik Harapan Bersama  

Share:

Tinggalkan Komentar

Email dan No. HP tidak akan kami publikasikan

Info Penerimaan Mahasiswa